Perang tarif komunikasi data antar operator bakal meningkat
Meskipun sejumlah operator seperti Indosat, XL, dan Telkomsel menyatakan tak akan ikut perang tarif dan akan memberikan harga yang premium disertai kualitas layanan yang prima, namun godaan dari operator medioker seperti Smartfren dan Tri yang jor-joran dalam memberikan promosi layanan data membuat operator tiga besar meski berpikir ulang untuk tidak ikut serta dalam perang tarif data.
Apalagi, layanan suara dan SMS yang selama ini menjadi andalan operator tiga besar tersebut terus menurun dan bahkan menurut sejumlah direksi operator besar, kisarannya sudah fifty-fifty alias 50 persen banding 50 persen.
Selama ini, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Kementerian Kominfo tidak pernah menetapkan tarif layanan data dan hanya mengatur tarif layanan suara dan SMS. SMS pun baru tahun lalu saja diatur soal tarif interkoneksinya.
Ini lah yang membuat tarif layanan data seperti bola liar yang bisa dimainkan siapa saja dan bila mana kurang ahli dalam memainkannya, maka malah akan menghancurkan operator tersebut.
Yang paling diuntungkan tentu over the top (OTT), karena dengan tarif layanan data yang murah, maka layanannya akan laku didownload oleh pengguna seluler di Indonesia, sedangkan operator hanya bisa gigit jari setelah jaringannya banyak digunakan OTT tanpa kompensasi yang berarti.
Namun, dari sisi pelanggan, perang tarif layanan data tentunya sangat menguntungkan dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang, operator tentu tak bisa bertahan lama dan akhirnya mati. Bila sudah demikian, maka pelanggan juga lah yang rugi.
Penetapan batas atas dan bata bawah tarif layanan data mutlak diperlukan untuk memayungi kepentingan baik pelanggan, OTT, maupun operator.